Sesak
Rasanya seperti tumpukan buku di lemari jatuh menimpa punggung.
Selama tiga bulan ini banyak hal berkumpul di pikiran saya. Memenuhi setiap sudut di 'ruang' saya. Menyita setiap waktu kosong saya, meramaikan lamunan saya. Manusia memang bisa berubah, kan?
Saya belum tahu, apakah keputusan yang saya ambil ini tepat atau tidak. Yang jelas ini berjalan begitu saja tanpa bisa saya tahan, tanpa saya bisa tolak, saat hati dan logika sibuk berdebat di dalam diri, berkecamuk dalam pikiran sampai akhirnya terbawa dalam lelap. Saya pun masih bertanya, apakah keputusan yang saya ambil ini tepat? Keputusan membuka hati untuk seseorang..
Selama beberapa waktu ini, naik-turunnya ritme kehidupan memang sangat saya rasakan. Warna-warnanya semakin saya lihat. Siapa yang membawa warna itu? Orang yang saya bukakan pintu hati saya untuknya? Bukan, saya yang membawa sendiri warna-warna itu, setelah saya menemukannya sempat terabaikan di celah-celah diri saya.
Tapi, kenapa saya masih merasa ada yang mengganjal ya?
Saya sempat bingung harus bertanya kemana. Dan hanya Allah lah tempat mengadu, dan Dia mengutus satu malaikat untuk menjadi tempat saya bersandar di dunia, Ibu.
Dan Ibu berkata, "Jalani saja dulu pilihan yang sekarang. Tapi harus ingat, pilihan yang kamu jalanin itu harus dibawa serius, dijalankan semaksimal mungkin, dipertimbangkan baik buruknya. Bukan, bukan maksudnya dengan serius kamu sudah merencanakan semuanya secara detail dan berambisi membawanya ke arah yang kamu mau. Kamu harus ingat bahwa Allah selalu punya caraNya, rencanaNya yang bisa jadi sama bahkan lebih baik dari yang kamu punya. Dibawa santai saja. Dan jangan lupa terus tekun berdoa semoga ini bermanfaat, jadi pembelajaran, dan tidak sia-sia."
Saya kira warna-warna yang saya temukan itu akan selalu membentuk pelangi. Tapi ternyata tidak..
Dan beberapa hari ini saya mencoba mencari tahu jawaban dari segala pertanyaan saya. Saya mencoba menyingkirkan ganjalan yang saya rasakan. Dan saya perlahan menemukannya (meski saya ragu, ini benar atau hanya intuisi saja).
Perasaan yang selama ini mengganjal ternyata terjawab sudah. Jawabannya adalah "Saya belum cukup waktu untuk memasuki kehidupan seseorang." Saya menyadari bahwa untuk memulai sesuatu yang baru butuh keterbukaan, jujur-jujuran. Sudahkah saya (atau kami?) seperti itu? Dan sudahkah saya (atau kami?) introspeksi diri jadi pribadi yang lebih baik?Nah sekarang, bisakah kami saling mengisi peran? Sama kah visi kami? Bisa berjalan selaras kah prinsip kami?
Ya, jalani saja dulu. Tapi jangan dipaksakan toh ada Allah yang mengatur semuanya. Yang penting berusaha diiringi tekun berdoa...
Haruskah saya belajar menata hati lagi?
Kini warna yang saya lihat hanya satu, abu-abu.
I don't need to rush this, let's just take it slow. Untuk saat ini yang ingin saya lakukan adalah introspeksi diri, memperbaiki diri, dan berdamai dengan hati saya. Dengan begitu diri akan lebih tenang. Saya akan menjadi lebih bijaksana dalam membawa diri. Amiin.
Kalau pribadi sudah baik, hal baik lainnya pasti datang. Itu prinsip saya.
Mengenai Saya
- What's On My Mind?
- Bandung, Jawa Barat, Indonesia
- Saya suka melakukan hal-hal yang menurut saya menarik dan orang-orang sulit melakukannya :) Saya suka bercerita tentang apa yang terjadi hari ini dan mendengarkan cerita teman-teman tentang betapa rumitnya hidup :P Saya selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk orang yang saya sayangi :* Sangat susah bagi saya untuk memilih, meskipun saya sudah menentukan prioritas. Seorang sanguinis- koleris yang perfeksionis namun berusaha untuk tidak terlalu idealis. Haha.
Sabtu, 16 Juni 2012
Jumat, 15 Juni 2012
He makes my life easier..
Orang bilang "when a girl didn't tell anything, or tell you to go away, that's when she needs you most"
Saya nggak percaya...
Orang bilang "when a girl tells her problem to you, it's because she trusts you"
Saya juga nggak terlalu percaya...
Rasanya ada yang mengganjal dan mendesak ingin dikeluarkan.
Kemanakah saya harus tumpahkan pikiran?
Percuma kalau saya mengharapkan manusia.
Manusia kadang susah dipercaya.
Manusia belum tentu bisa bikin lega.
Manusia belum tentu selalu bisa jadi tempat mengadukan masalah.
Manusia belum tentu bisa memberi solusi terbaik.
Dan manusia belum tentu bisa meluangkan waktu..
Ada yang selalu bisa dipercaya
Ada yang selalu bisa bikin lega
Ada yang selalu bisa dijadikan tempat mengadu
Ada yang selalu bisa memberikan solusi terbaik
Dan Dia selalu punya waktu
Sungguh aku adukan susah sedihku hanya kepada Allah (QS 12:86)
Saya harus tetap jalan kan?
Harus kuat...
Harus kuat...
Pasti kuat...
Allahumma yassir wa laa tu'assir
Karena hanya Allah yang bisa mempermudah segalanya..
Saya nggak percaya...
Orang bilang "when a girl tells her problem to you, it's because she trusts you"
Saya juga nggak terlalu percaya...
Rasanya ada yang mengganjal dan mendesak ingin dikeluarkan.
Kemanakah saya harus tumpahkan pikiran?
Percuma kalau saya mengharapkan manusia.
Manusia kadang susah dipercaya.
Manusia belum tentu bisa bikin lega.
Manusia belum tentu selalu bisa jadi tempat mengadukan masalah.
Manusia belum tentu bisa memberi solusi terbaik.
Dan manusia belum tentu bisa meluangkan waktu..
Ada yang selalu bisa dipercaya
Ada yang selalu bisa bikin lega
Ada yang selalu bisa dijadikan tempat mengadu
Ada yang selalu bisa memberikan solusi terbaik
Dan Dia selalu punya waktu
Sungguh aku adukan susah sedihku hanya kepada Allah (QS 12:86)
Saya harus tetap jalan kan?
Harus kuat...
Harus kuat...
Pasti kuat...
Allahumma yassir wa laa tu'assir
Karena hanya Allah yang bisa mempermudah segalanya..
Shock Therapy
Pembimbing saya memang hobi banget kasih kejutan..
Sore ini saya BBM beliau minta ketemu untuk nunjukkin hasil purifikasi protein yang saya kerjain. Well, hasilnya not bad sih buat kerjaan anak yang nggak tau apa-apa tentang purifikasi protein dan baru ngelakuin purifikasi protein satu kali (dengan skill seadanya). Tapi tetep aja, saya nggak puas. Band-nya terlalu tipis dan nggak benar-benar bersih. Jujur, saya ngerasa kesulitan.
Saya pun ketemu pembimbing saya di ruangannya. Setelah liat hasilnya, beliau tanya ini-itu, memastikan prosedur saya bener. Buffer-buffer udah bener sih, cuma konsentrasi imidazolenya mungkin yang harus dinaikin. Terakhir, beliau bilang saya lebih baik konsultasi sama kolaborator beliau yang orang biokimia.
Malamnya, beliau BBM saya, beliau minta saya buat janji untuk hari senin sama kolaborator beliau, Ibu Iis, dari biokimia. Diskusi supaya gimana caranya hasil purifikasi protein saya bagus.
Tapi kejutannya bukan disitu. Beliau kemudian bilang agar saya segera nulis (skripsi, maksudnya) karena sidang (untuk saya, anak bimbing beliau) akan dimajukan jadi bulan agustus, berbarengan dengan anak-anak bimbing Ibu Marsel. Ya, denger berita itu saya maklum, pembimbing saya dan Ibu Marsel memang akan post doc ke USA akhir bulan September.
Saya memang udah ngira akan didulukan untuk jadwal sidang. Tapi, Agustus? Wow, cepat sekali (mengingat jadwal regulernya pertengahan September).
Ibu Erna bilang "Ayo Dys, semangaaat!!! Habis dapet purif yang bagus terus stop kerjaan lab kamu. Okee..."
Kemudian beliau bilang lagi "Ayo Dys, harus bisa. Kalau aja jadwal Bio sama dengan Mikro mungkin kamu bisa lulus bareng Gladys dan Gina (Juli, maksudnya). Sayangnya jadwalnya beda ya Dys.."
Wow..
Jujur saya takut. Saya takut ngecewain pembimbing, takut hasil yang saya kasih jauh dari ekspektasi beliau.
Saya orangnya males. Dan dari dulu saya paling susah kerja lab sambil nulis skripsi. Saya lebih suka baca manual lab untuk belajar hal-hal baru, daripada baca jurnal Mtb dan TCS. Alhasil saya keteteran.
Dan saya ngitung waktu, dua bulan menuju sidang (kalau rencana itu bener-bener terjadi), satu setengah bulan menuju seminar, dan...satu bulan menuju draft skripsi.
Saya pusing (dan makin dipikirin makin pusing)
Sebenernya mungkin aneh ya? Saya setakut ini, sekhawatir ini, secemas ini menghadapi bulan-bulan terakhir jadi mahasiswa. Ya tapi inilah saya...
Ibu saya bilang, "Pembimbing kamu aja percaya sama kamu. Kenapa kamu nggak percaya sama diri kamu sendiri? Kamu nggak boleh takut menghadapi diri kamu sendiri."
Belum terlambat kan?
Saya nggak mau ngecewain orang-orang yang sudah percaya dan ngasih kesempatan buat saya, yang sayang sama saya, yang selama ini support saya...
Gelar sarjana ini nanti buat siapa? Tentu buat mereka...
Oke, saya coba. Saya harus bisa.
Meski mungkin akan banyak pengorbanan ke depannya untuk mencapai apa yang memang saya inginkan ini...
Pengisian amunisi untuk perang dimulai.
Mohon doanya!
Bismillah..
Kamis, 14 Juni 2012
Kepercayaan (Jangan Dijadikan Beban)
Girang.
Dikasih kepercayaan sama seseorang siapa yang nggak senang? “Kamu cari temen
deh yang bisa nulis, untuk bantu nulis topik-topik yang udah ada.
Blablablabla…. (punten sisa omongannya lupa)” kata Bos aku di sebuah kerjaan.
Seneng
karena, (1) ada kerjaan lagi, (2) yang biasanya sendiri jadi ada temen, (3) bisa
nawarin temen yang kira-kira emang bisa diajak kerja bareng untuk sebuah
kerjaan, yang memang aku suka. Bos aku ini memang baik. Kerjaan yang dikasih
tergolong mudah, tenggat waktu kalo nggak terlalu mepet pasti fleksibel. Topik
dikasih, aturan jumlah kata nggak kaku. Orangnya enak diajak diskusi, nggak
galak, nggak pernah ada kesan nyuruh. Pokoknya baik!
Jadi
ceritanya Bos aku ngasih beberapa kerjaan yang aku bagi dengan temen yang sudah
berhasil aku temukan (ini bahasanya gimana sih, ngaco…). Bos aku ngasih
deadline tanggal tertentu dimana artikel harus masuk biar bisa diedit editor.
Sayangnya aku dongo dalam meng-arrange waktu yang bertepatan sama minggu-minggu
aku beresin penelitian tugas akhir. Jangankan artikel, logbook TA aja lupa
diberesin.
Alhasil,
kerjaan keteteran sedih banget lah. Sedih pertama karena kerjaan nggak beres
sesuai timeline, terus nggak maksimal, dan sudah menyia-nyiakan kepercayaan Bos
plus takut mengecewakan. Heu, nggak enak banget. Berkali-kali minta maaf karena
keteteran akibat banyak kerjaan di dunia per-akademik-an yang lagi hectic pas
banget minggu deadline yang mengakibatkan kerjaan aku jadi overlap sama pihak
lain yang diminta bantuan juga gara-gara aku (kayaknya) dikira nggak sempet
ngeluangin waktu. Jadinya bos memutuskan supaya editor yang nentuin artikel
buatan siapa yang masuk. Mana aku bikinnya tanpa persiapan maksimal pula. Super
nggak puas padahal inginnya perfect. Heu..sedih.
Sempet
down dikit gara-gara kerjaan nggak beres. Gimana nggak down, itu kepercayaan Bos
disia-siain gitu aja woy. Dimana otak kamu Adys? Gitu aku mikirnya. Aku nggak
enak hati plus khawatir sama kerjaan kedepannya. Takut nggak dipercaya
ngehandle topik lagiii.. Tapi, emang dasarnya bos aku baik (dan lagi butuh,
hhe), beberapa hari setelah kejadian itu beliau e-mail semua contributor ngajak
ngomongin proyek kita bareng-bareng dan ngasih aku kepercayaan lagi untuk
mengembangkan suatu topik (termasuk menerima ide yang keluar dari otak aku)
plus bilang kalau aku nggak usah terburu-buru ngerjainnya karena masih ada
waktu sampai akhir Juni. Ya Allah, Bos aku ini super baik. Lega rasanyaaaa…
Terus
aku sadar,
Ternyata
kalau dibawa terlalu serius, kepercayaan yang ditujukan ke kita malah jadi
bikin kita susah sendiri ya (eh, iya ngga?). Makanya, kalau dikasih kepercayaan
kayaknya nggak usah dibawa terlalu serius deh karena bisa-bisa nantinya jadi
beban. Jangan jadikan kepercayaan sebagai beban karena itu justru bisa jadi
boomerang yang bikin kita nggak tenang (kan? kan?). Ibu aku pernah bilang, jadikan
kepercayaan sebagai kesempatan. Kesempatan untuk melakukan hal yang terbaik dan
membuktikan bahwa kita bisa menggunakan kepercayaan itu dengan bijak, plus kesempatan
untuk kembali mendapatkan kepercayaan. Hmmm..note that! :p
Hidup memang tak selamanya putih…
Hidup memang tak selamanya putih…
Pun tak selamanya punya warna…
Semua senantiasa berselang
Silih berganti…
Kadang diri mencoba berhenti di
sebuah tanya…
Mengapa warna hidup hari ini
terasa jingga…
Dan esok berwarna tanah…
Sementara birunya kemarin belum
juga pulih…
Kadang hati ikut menemani di
tanya itu…
Mengapa warna hidup…
tak selalu seperti segarnya daun
di pagi hari…
tak selalu seperti kilau merahnya
sang matahari…
Ah… bukannya kelabunya langit
yang menyuarakan mendung…
tak selamanya meniadakan hari…
tapi juga menyirat harapan di
kala terik??
Hidup memang tak selamanya putih…
Pun tak selamanya punya warna…
Dan warna itupun kelak semakin memberi
arti…
jika diri dan hati tak hanya
berhenti di sebuah tanya…
tapi ikut menjadikannya menjadi
sebuah pelangi…
Bristol, 2002
Ernawati A. Giri Rachman
Hanya ada satu kata yang patut
menggambarkan aku setelah baca kalimat-kalimat di atas. Tergetar.
Satu hal dari sekian banyak hal
yang aku kagumi dari pembimbing Tugas Akhir-ku, Dr. Ernawati A. Giri Rachman,
beliau ini sungguh lihai dalam merangkai kata-kata (dan menginspirasi orang
dengan kata-katanya). Tulisan beliau ini boleh jadi memang sudah lama, 10 tahun
usianya, seumur aku duduk di kelas 5 SD. Tapi beliau masih men-sharenya dan
terus membuat orang yang membaca tersentuh dan tentu ini berkesan bukan? Resapi
kata-katanya, temukan makna di balik setiap katanya.
Jujur
saja aku terharu (dan menjadi lebih semangat) setelah membaca tulisan ini.
Terima kasih Bu Erna…
Aku
akan merangkaikan warna-warna dalam hidupku menjadi sebuah pelangi…
Coba Katakan by Maliq and D’Essentials
Coba coba katakan kepadaku bahwa kita sedang berjalan menuju satu alasan
Janganlah
kau katakan bila kita memang tak ada tujuan dari apa yang dijalankan
Aku tak
ingin terus terdiam memandangi harapan
Tergiur akan
manis cinta dan berujung kecewa
Aku tak
ingin terus menunggu sesuatu yang tak pasti
Lebih baik
kita menangis dan terluka hari ini
Coba coba
katakan kepadaku sekali lagi bila kita memang benar akan kesana
Buktikan dan
buat aku percaya bahwa kita bisa mewujudkan bahagia
Aku tak
ingin terus terdiam memandangi harapan
Tergiur akan
manis cinta dan berujung kecewa
Aku tak
ingin terus menunggu sesuatu yang tak pasti
Lebih baik
kita menangis dan terluka hari ini
Ooh..oh..
Habis sudah semua rangkai kata
Telah terungkap
semua yang kurasa
Yang kuingin
akhir yang bahagia
Aku tak
ingin terus terdiam memandangi harapan
Tergiur akan
manis cinta dan berujung kecewa
Aku tak
ingin terus menunggu sesuatu yang tak pasti
Lebih baik
kita menangis dan terluka hari ini
Yang kuinginkan
satu tujuan
Sebuah
kenyataan bukan impian
Bukan
harapan bukan alasan
Satu
kepastian
Coba katakan
Lagu
random di malam yang cukup random. Dulu sempet suka nyanyiin lagu ini sama
temen-temen, asal nyanyi aja, karena pada dasarnya emang suka Maliq and
D’Essentials. Tapi sekarang pas shuffling playlist saat niat mau bikin tulisan,
eh malah keputer lagu ini dan jadi kepikiran kata per katanya. Ternyata
kata-katanya dalem pisan euy. Hahaha. Inti lagu tentang kejujuran, keterbukaan,
penantian, dan pembuktian. Thanks Maliq and D’Essentials udah menyadarkan aku
hari ini dengan lagunya.
Coba
katakan…
Nggak enak kan?
Ngga enak kan rasanya kalau lagi antusias
ngomong dan mau cerita tiba-tiba lawan bicara kita buka hp terus sibuk sama
hpnya sendiri meski sebentar?
Nggak enak kan rasanya kalau lagi makan
bareng temen terus dia makan sambil buka-buka hp? Satu suap, buka hp, satu suap
lagi buka hp lagi dst..
Nggak enak kan rasanya kalau lagi jalan
bareng terus temen kita jalan sambil main hp, ketawa sendiri, ngomong sendiri,
senyum-senyum sendiri?
Dari tiga kejadian di atas kita pasti
merasa jadi yang tersudutkan, jadi orang yang ngga tau apa-apa, jadi orang yang
tersisih dari si pemilik hp dan hp-nya..
Tapi, mungkin secara sadar (atau nggak
sadar) kita pernah melakukan hal yang sama terhadap orang-orang di sekitar
kita. Nyuekin mereka karena kita sibuk sama urusan sendiri. Boleh jadi urusan
itu urgent, kalau begitu mintalah izin (tapi jangan sering-sering juga). Tapi
gimana saat kita ada di posisi 'yang dicuekin' tersebut?
Nggak enak kan? Nyebelin kan? (Pengen
ngejitak kan?)
Nah, untuk mengantisipasi kemungkinan
tersebut, jangan lakukan hal yang kita tidak ingin orang lain melakukannya pada
kita. Yuk kita kurangi pemakaian hp saat sedang bersosialisasi dengan keluarga,
sahabat, teman, kolega dkk.
Ayo kita coba mulai dari diri sendiri.
Kemudian ayo kita mulai saling mengingatkan. Harus bisa!
Tolong ingatkan saya juga ya :)
Langganan:
Postingan (Atom)