Karina terbangun dari tidurnya,
matanya terbelalak melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi.
Sambil bergegas ke kamar mandi, Karina sibuk meruntuki diri sendiri mengapa dia
selalu dengan mudahnya tertidur sehabis shalat subuh. Tiba-tiba dia berhenti
tepat di depan pintu kamar mandi, tersadar..
Eh, tunggu dulu. Aku mau kemana ya? Aku kan udah berhenti kerja....
Baru seminggu resign rasanya Karina kangen sekali sama
suasana kantor. Ingin kerja lagi, ingin ketemu teman-teman lagi. Ingin
ngerasain meeting lagi, menghabiskan jam
istirahat di Coffee Club favoritnya, pulang kantor seminggu sekali shopping di
Ciwalk atau PVJ bareng Nanda, Utari, dan Kinar, sahabat-sahabatnya yang sama-sama
wanita karir.
Yah sekarang udah nggak bisa. Aku sekarang kan 100% ibu rumah tangga,
ngurus anak sama suami. Padahal kalau mereka pergi, aku nggak ada kegiatan
juga. Sepi. Kapan ya aku bisa kerja lagi?
Berhenti bekerja memang pilihan
yang dilematis untuk Karina. Meskipun akhirnya dia memutuskan bahwa mengurus
Didit yang sedang usia playgroup itu jauh lebih penting, rasanya ada yang
hilang setelah berhenti kerja. Saking belum terbiasa ada di rumah, Karina
sering lupa kalau udah resign. Dia jadi
sering melamun dan mengeluh kesepian. Meskipun hari-harinya mulai dibiasakan lagi untuk sibuk
dengan urusan Didit dan Mas Dika, tetap saja saat mereka berdua di luar rumah
Karina merasa sepi sendiri, stress sendiri. Adiknya, Asti, yang masih kuliah
tingkat akhir pasti akan meledeknya sebagai “wanita galau”. Uuh..
Karina tersadar dari lamunannya,
sekaligus tersadar kalau rumah sepi sekali. Ditengoknya kamar Didit, kosong.
Mas Dika pun nggak ada di mana-mana. Di dapur, kamar mandi, ruang TV, mereka nggak
ada. Apa mereka pergi ke luar? Akhirnya sambil agak panik Karina kembali ke
kamar karena mendengar handphone-nya
berbunyi. Telepon dari Mas Dika.
“Assalamualaikum, Mas? Mas sama
Didit di mana?”
“Hehehe..hehe..Ibu sayang selamat ulang tahun ya ibu.Hehehe.” Bukannya suara Mas Dika,
malah suara Didit diselingi ketawa cekikikannya yang lucu yang terdengar di seberang sana.
Karin tertegun. Aku? Ulang
tahun?
“Ibu, Yangti bilang Ibu ngga kerja karena mau nemenin Didit. Hehehehe..
Makasih ya ibu baik banget
Semoga Didit bisa cium peluk ibu tiap hari. Hehehehe..
Kado Didit sama Ayah ada di sini, cari ya Bu
Hehehehehe...
Didit sayang Ibu. dadah muaah”
Klik. Telepon di putus.
Belum habis rasa surprised karena telepon Didit tadi, pandangan Karina teralih ke meja di samping tempat tidur, ternyata ada surat tulisan tangan yang tadi luput dari pandangannya.
Hey Ibunya Didit,Kamu inget kan ya sekarang tanggal berapa? 5 Maret. Dan sekarang ulang tahun kamu yang ke 28. Udah 4 tahun kita nikah, dan ternyata Ibunya Didit ini semakin cantik, semakin shalehah, semakin keibuan, dan Ayahnya Didit ini semakin cinta. Hehe.. unyuuu banget yah kalau kata anak muda :3Mas nggak ngantor ah hari ini, hehe, bandel ya. Mas mau sama kamu, sama Didit, jarang-jarang kita di rumah bertiga selain weekend. Semoga di hari ulang tahun kamu ini impian kamu untuk jadi ibu yang the best buat Didit dan istri yang the best buat Mas dimudahkan prosesnya sama Allah SWT. I wanna be the best for you and Didit too, honey. I believe that you are the best thing that’s ever been mine.Love,Ayahnya DiditPs: Kita ngumpet sambil main di garasi. Didit pengen kamu nyari kita. Ssst.. jangan bilang Didit aku bocorin tempat ngumpetnya yaa..
Karina sadar, selain tawa kecil dan senyum yang merekah di bibirnya,
ada air mata yang mulai menggenang dan mengalir dari sudut matanya. Terharu.
Dan detik itu Karina semakin yakin keputusannya tepat dan mantap. Saat ini dia
bukan ingin mengejar ambisi karir, tapi jadi 100% ibu rumah tangga, mendidik
Didit supaya jadi anak yang pintar, shaleh, dan berbakti sama orang tua, plus mengurus
suami yang sangat ia cintai, Mas Dika.
Karina nggak mau kehilangan momen berharga keluarga kecil mereka, apa
lagi melihat tumbuh kembang Didit yang selama 2 tahun ini sempat Karina
lewatkan. Karina janji, dia akan menjadi tempat pulang yang paling dirindukan dan
paling indah untuk kedua jagoannya itu. Karina tak perlu pikirkan meeting, arisan, kerjaan kantor, shopping sepulang kerja, dan happy-happy di Coffee Club. Karina bersyukur memiliki keluarga kecilnya.
Karina pun berlari kecil ke garasi dengan senyum cerah dan mata yang basah :)