Mereka bersandar di bawah pohon mahoni. Saling duduk
membelakangi. Terdiam. Tak ada satu kata pun keluar setelah sekian puluh menit.
Sibuk dengan angan masing-masing. Dengan tatapan jauh, padang rumput, semilir
angin...
“Railway..” Si gadis
menggumam, sambil menutup buku yang sebenarnya tak benar-benar ia baca. Pandangannya
masih terus menerawang menjelajahi padang rumput luas.
“Huh?” Si pemuda memutar kepalanya sedikit, berusaha mencari
makna kata dalam bening mata si gadis, tak ditemukan.
“Iya, seperti rel kereta api. Kita.” Si gadis, telunjuknya
mengacung bergerak-gerak seakan membentuk ilusi gambar, rel kereta katanya?
“Maksudmu, sejajar?” Si pemuda mencoba mengerti. Sejak dulu
si gadis memang rumit, tak pernah ia pahami meski ia mencoba sekuat hati dan
pikiran. Hingga ia menyerah saja, si gadis terlalu kompleks untuknya.
“Iya, sejajar. Beriringan. Bertemu dan bersinggungan
kemudian kembali terpisah. Jauh.”
“Jauh sekali ya..?” Pandangan si pemuda menerawang,
membayangkan hidup dia dan si gadis yang dianalogikan seperti rel kereta api.
Sejajar, seiring, selaras, mendekat, bertemu, bersinggungan lalu terpisah. Ah, logika macam apa ini..
“Yaa, mungkin amat sangat jauh.” Si gadis mengangguk mantap.
Sungguh, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mengendalikan setiap
kata dan juga rasa agar tak berlebihan. Ini hidup, naik dan turun. Tidak boleh
ada tangis. Hal yang tak berubah adalah perubahan. Dia hampir berhasil. Toh
seiring waktu semua akan terlewati.
“Seperti... kau mengambil jalan utara, aku ke selatan?”
“Bagiku, inilah warna hidup. Dan itu pilihan..” Pandangan si
gadis beralih menatap mata si pemuda.
“Dan bukan untuk disesali..” Si pemuda menimpali.
“Dan jadi pelajaran..” Si gadis menambahkan.
“Dan...” dilanjutkan
atau tidak ya? Si pemuda terdiam. Mungkin sebenarnya dia hanya tak tahu apa
yang dia lakukan. Tapi apa yang dia rasakan ini sungguh terasa benar..
“Dan?” tanya si gadis
menunggu jawaban, menaikkan alis seperti biasa.
“Dan aku bersyukur sempat mengenalmu.”
“Meski ternyata bukan aku orangnya, ya..” Si gadis tertawa
kecil, ah seandainya si pemuda tahu di balik tawa riang si gadis ada berjuta
tempaan yang lebih dulu ia terima hingga ia sekuat ini. Tapi hati si gadis
begitu ringan, karena ia yakin Tuhan akan memberikan kesempatan sepasang anak
manusia yang saling mencari untuk saling menemukan. Sepasang yang terbaik.
“Entah. Sejujurnya aku bimbang. Bagaimana jika aku kemudian
kembali?”
“Bukankah aku pernah
bilang. Beberapa orang akan selalu memberikan arti untukmu tanpa harus selalu
ada di harimu. Beberapa orang akan selalu memiliki ruang di hatimu tanpa harus
ada di kehidupanmu.. Dan –mungkin- aku adalah salah satunya.”
“.......”
“Aku yakin, baik aku, maupun kamu, akan mendapatkan yang
terbaik untuk diri kita. Oh iya, dan mimpi aku dan kamu sama-sama masih banyak.
Jadi, tak usah khawatir, kita akan baik-baik saja...” Ujar si gadis sambil
tersenyum. Tapi mengapa si pemuda malah semakin merasa beku, beku yang menyakitkan.
Di bawah pohon mahoni dialog dua anak manusia mengalir. Kemudian
mereka kembali dalam diamnya angan dan gumam masing-masing.
Bandung, 07/05/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar