Mengenai Saya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Saya suka melakukan hal-hal yang menurut saya menarik dan orang-orang sulit melakukannya :) Saya suka bercerita tentang apa yang terjadi hari ini dan mendengarkan cerita teman-teman tentang betapa rumitnya hidup :P Saya selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk orang yang saya sayangi :* Sangat susah bagi saya untuk memilih, meskipun saya sudah menentukan prioritas. Seorang sanguinis- koleris yang perfeksionis namun berusaha untuk tidak terlalu idealis. Haha.

Jumat, 28 Desember 2012

Mengapa Film Tak Semenarik Novelnya?


Gara-gara liat beberapa review film adaptasi novel yang kebanyakan mengandung kalimat “filmnya nggak semenarik novelnya”, saya jadi kepikiran terus sama pendapat tersebut.

Kenapa ya? Kenapa film adaptasi suka nggak semenarik novelnya?

Umumnya saat sebuah novel difilmkan, akan muncul pendapat bahwa film adaptasi tersebut pasti tidak akan semenarik novelnya. Ya, (hampir) semua orang begitu. Sebut saja mulai dari Harry Potter, Da Vinci Code, Life of Pi etc (untuk film asing), 5 cm, Perahu Kertas, Negeri 5 Menara, Laskar Pelangi (film lokal) dan masih banyak lagi. Hampir di setiap review saya pasti menemukan kalimat “Filmnya memang tak semenarik novelnya” atau “Sebaiknya anda baca novelnya dulu” dll.

Sebagai salah satu orang yang suka menghabiskan waktu dengan baca buku dan novel (walau nggak rajin-rajin amat) saya mulai mikir kenapa banyak orang (termasuk saya) beranggapan begitu. Para pembuat film adaptasi pasti berusaha keras untuk membuat film tersebut semenarik dan semirip mungkin dengan novelnya, akan tetapi, pasti akan ada saja hal yang nggak bisa dibuat mirip. Pasti akan muncul komentar dari penikmat film bahwa filmnya nggak semenarik novelnya Kalau saya pribadi sebelum menonton mencoba untuk tidak berekspektasi tinggi : “Namanya juga film, pasti tidak semenarik novelnya.” Menurut saya, penyebabnya pasti ada beberapa kemungkinan.

Durasi film tidak sebanding dengan cerita dalam novel yang umumnya panjang, Banyak sekali cerita yang menarik di dalam novel yang membuat kita semakin asyik membacanya. Sayangnya saat novel tersebut di-film-kan, beberapa cerita yang menarik (dan menurut kita penting) tidak diceritakan di dalam film (padahal mungkin penonton menunggu-nunggu lho). Mungkin ‘dihapusnya’ bagian cerita yang menarik tersebut dikarenakan susahnya merangkai visualisasi yang pas karena keterbatasan alat atau waktu, jadi bagian tersebut dihilangkan. Selain itu, saat membaca novel dari setiap pembaca muncul persepsi akan cerita serta imajinasi mengenai sosok tokoh, latar, suasana tempat, dan kejadian. Imajinasi memang tak ada batasnya, bahkan bisa menjadi ‘liar’ dan ekstrem. Saat novel divisualisasi ke dalam film, kita diberikan other view point dengan penambahan dan pengurangan cerita. Mungkin beberapa penggambaran dianggap kurang sesuai dengan imajinasi penonton, hingga munculah ‘sugesti’ bahwa film tak seseru novelnya. Inilah tantangan yang biasanya sulit dihadapi orang-orang film, memindahkan imaji penulis (dan pembaca) dalam dunia realita. Memindahkan sebuah kisah novel ke atas pita seluloid itu susah.

Kalau film diceritakan secara mendetil seperti bukunya, mungkin durasi film bisa lebih dari 2.5 jam ya. Hehe. Oleh karena itu para pembuat film sebisa mungkin meringkas cerita dan mengakali supaya alurnya tidak tampak putus-putus. Bagian-bagian dari cerita dalam novel layaknya ‘disortir’ mana yang masuk ke film, mana yang tidak. Sayangnya, mungkin untuk beberapa film, penyortiran bagian cerita agak kurang pas, jadinya segi alur, pemilihan tokoh, dan rangkaian cerita malah jadi bikin mumet dan malah terkesan ‘melompat-lompat’. Soal ending film pun kadang agak ‘maksa’ karena sulit juga mungkin ya membangun visualisasi cerita yang lebih terlihat realis.

Bicara soal pemilihan tokoh, sebuah film yang jelas menghabiskan dana yang besar dan waktu yang panjang untuk perekrutan pemeran. Cuma, sekali lagi, selera penonton berbeda-beda. Hehe. Saya pernah denger komentar salah satu teman saya “Huh males deh nonton film H&A abisan pemerannya kenapa harus BCL sih?” atau waktu jamannya film AAC, kenapa pemeran Aisha harus RC? Mungkin di mata beberapa kalangan aktor/aktris tertentu kurang cocok memerankan karakter tokoh tertentu di suatu film. Imajinasi tentang sosok tokoh pun hilang begitu lihat aktor/aktris pemerannya di film. Dan, kalau aktor/aktris tsb. kurang pembawaan perannya / penggambarannya kurang sesuai sama novelnya (mis. Bella Swan di Twilight, di film beda sama novelnya), karakter tokoh di filmnya jadi kurang kuat, mengurangi greget cerita . :p

Di samping semua opini diatas, sebenarnya memang nggak mungkin suatu film bisa memuaskan di mata semua penontonnya, karena setiap orang punya selera sendiri-sendiri. Meskipun begitu, saya salut sama para pembuat film adaptasi (terutama buatan Indonesia) yang berusaha keras membuat film berkualitas sehingga menarik banyak peminat untuk menikmati jalan ceritanya. Saya pribadi sih tetep semangat nontonnya. Hehe. Bagi saya, membaca novel sekaligus menonton filmnya adalah dua hal yang sangat menarik (terlepas dari sesuai atau tidaknya film dengan novel, terlepas dari anggapan menonton film hanya akan mengurangi esensi cerita dalam novel).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar